Islamic Center

Islam adalah agama yang paling sempurna olehkarena itu saya membuat blog ini.

ISLAM PEMBELA ORANG-ORANG LEMAH

manipulasi, retorika-dusta, dan sejumlah kemuakan manusiawi yang lain. Tidak mungkin kita menuntut untuk dilahir-kan pada zaman kemakmuran, keemasan, keadilan, serba mudah, atau zaman dan tempat ketika hak-hak asasi dan kehormatan diri begitu dijunjung tinggi, atau lahir di Negara Ideal --seperti kata Plato-- atau Madinah Fadhi-lah --Kota Utama, seperti kata Al-Farabi. Kelahiran jelas tidak bisa ditawar-tawar, seindah dan seburuk apa pun kelahiran itu. Ia adalah keterpaksaan yang harus dijalani, suka atau tidak.

Namun hidup itu sendiri sebenarnya merupakan pilihan. Bahwa lahir tidak bisa diutak-atik atau diminta, itu betul. Tapi bahwa hidup merupakan sebuah proses yang menawarkan kebebasan, juga sebuah kebenaran yang lain. Bahwa kita adalah makhluk organis --begitu kata A.N. Whitehead-- yang bebas menentukan hidup, juga kemestian yang sukar ditolak. Kita memang terpaksa untuk lahir, tapi kita bebas untuk mengisi hidup. Kita bebas menentukan atau merancang jenis hidup apa yang kita inginkan. Kita bebas untuk menjadi orang baik, atau orang jahat. Kita bebas untuk menjadi pejabat yang bersih dan berpihak kepada keadilan, atau pejabat yang korup dan mudah dibeli untuk menjual kekayaan bangsa dengan kamuflase pembangunan. Tidak ada paksaan untuk masuk surga, juga tidak ada tekanan untuk masuk neraka. Lâ ikrâha fi al­dîn, kata Al-Quran. Silahkan pilih. Toh, hidup ini disediakan memang untuk memilih. Bahkan mengakhiri hidup itu sendiri adalah juga sebuah pilihan. Bila kita ingin segera mati, bergegaslah melakukan tindakan kausalitatif yang menyebabkan kematian, seumpama memotong leher, menembakkan peluru ke jantung, menjatuhkan diri dari ketinggian tertentu ke bumi bebatuan, atau yang lainnya. Jika syarat-syarat kematian itu telah terpenuhi, kita segera mati. Insya Allah. ***

Dari seluruh pilihan hidup, intinya hanya dua: kebaikan dan kejahatan. Kedua pilihan itu telah ditiupkan secara inspiratif (ilham) dalam setiap jiwa manusia. Secara fitrah, setiap orang mampu membedakan kebaikan dari kejahatan, setidaknya secara universal. Secara naluriah-psikologis, setiap orang membenarkan bahwa menghormati hak asasi adalah kebaikan, sementara meleceh-kannya berarti kejahatan; bahwa berbuat adil adalah kebaikan, sementara bertindak tiran dan zalim adalah keburukan. Potensi ini telah “diwahyukan” langsung oleh Sang Pencipta. Ini misalnya ditegaskan dalam beberapa ayat berikut: “Kami telah menunjukkan kepada manusia dua jalan” (QS 90:10); “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS 91:8); “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan (yang lurus): ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir” (QS 76:3).

Karena itu, setiap orang pada dasarnya memiliki potensi atau bakat yang sama untuk berbuat baik dan buruk. Omong kosong kalau ada orang yang menyatakan bahwa seorang penjahat tidak berpotensi menjadi baik. Juga dusta bila ada yang mengatakan bahwa seorang alim tidak mempunyai bakat jadi orang jahat. Secara filosofis, setiap orang berpotensi atau berbakat untuk menjadi satu di antara dua: baik, atau jahat. Orang sejahat Yazid bin Muawiyah, Hitler, Pol Pot, misalnya, sebenarnya mem-punyai bakat untuk menjadi orang baik. Sebagaimana orang sesuci Muhammad dan Isa bin Maryam pada dasarnya juga ber-potensi untuk berbuat buruk. Tapi mengapa Yazid, Hitler dan Pol Pot tidak menjadi baik, sementara Muhammad dan Isa tidak menjadi jahat?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, para filosof menyodorkan dua key words: potensi dan aksi (tradisi filsafat Islam menyebut yang pertama dengan quwwah dan yang kedua dengan fi‘l). Menurut mereka, setiap potensi tidak selamanya menjadi aksi (tindakan), tapi setiap aksi selalu bermula dari potensi. Setiap orang berpotensi, misalnya, untuk membuang sampah sembarangan. Tapi orang yang sangat peduli terhadap kebersihan tidak akan melakukannya. Setiap orang berpotensi untuk membunuh. Tapi seorang bermoral dan berperikemanusiaan tidak mungkin mewujudkan potensi itu menjadi aksi. Setiap orang berpotensi untuk berdusta, atau merekayasa kesaksian palsu. Tapi orang yang memegang teguh nilai-nilai kejujuran tidak mungkin melakukannya. Mengapa? Jawabannya bisa alasan kesehatan, etika, moral, agama, prinsip-prinsip kebenaran, atau yang lainnya. Mengapa Rasul tidak berbuat jahat padahal beliau berpotensi untuk itu? Sebab, kalau beliau jahat, maka beliau bukan rasul lagi. Kecintaan dan tanggung jawabnya kepada Tuhan dan makhluk-Nya memustahilkan dirinya memanifestasikan potensi buruknya menjadi aksi. Konsistensi beliau terhadap segala kebaikan akhirnya menutup rapat potensi buruk itu untuk mengejawantah. Lantas mengapa Hitler tidak menjadi baik padahal ia juga berpotensi untuk itu? Karena, kekotoran hati dan jiwanya telah begitu pekat sehingga menutupi potensi baik itu, yang akibatnya potensi jahatlah yang menguasai dirinya untuk mewujudkan aksi-aksi jahat. Keseringannya melakukan aksi keburukan menyebabkan potensi baiknya tersumbat untuk menjadi aksi.

Mengenai potensi baik dan jahat ini sebetulnya bisa juga dipahami lewat teori cermin Imam Al-Ghazali. Orang yang senantiasa membersihkan jiwanya, jiwanya itu laksana cermin yang bersih. Bila penampakan realitas dianggap sebagai sebuah kebaikan, maka dalam jiwa yang bagaikan cermin itu akan nampak seluruh realitas yang ada di hadapannya. Sementara orang yang selalu mengotori jiwanya hingga pekat, maka jiwanya sama sekali tidak bisa memantulkan realitas di hadapannya, sedekat dan sejelas apa pun realitas itu. Potensi baiknya sudah begitu dalam terpendam rapat karena ditindih oleh gumpalan kejahatannya.

Selanjutnya, dalam sphere filosofis, pernyataan bahwa setiap manusia berpotensi atau berbakat menjadi orang baik atau jahat, mungkin kedengarannya “datar-datar” saja. Tapi dalam wilayah atau situasi psiko-kultural tertentu, barangkali kedengarannya sangat janggal, bahkan bisa menyesatkan perjalanan eksistensial seseorang. Misalnya disebutkan dalam rubrik psikologi bahwa setiap laki-laki berbakat jadi homoseksual atau biseksual; setiap perempuan berbakat menjadi lesbi; setiap suami --seperti kata dr. Boyke-- atau istri berbakat menyeleweng; setiap orang berbakat menjadi pembohong; setiap penguasa berbakat menjadi tiran; setiap pengusaha berbakat menjadi penyuap; setiap bawahan berpotensi menjadi penjilat; dan seterusnya. Menurut saya, dalam konteks tertentu, baik individual maupun kultural, doktrin-doktrin semacam ini bisa sangat “berbahaya”. Sebab, ini bisa dianggap sejenis legitimasi bagi orang-orang tertentu untuk bertindak menyimpang atau jahat. Kelak mereka mengira bahwa deviasi dan penyelewengan adalah naluri fitrah yang harus disalurkan. Bisa jadi nanti ada seorang suami atau istri yang membenarkan per-selingkuhannya dengan alasan bahwa itu memang bakat alami; atau boleh jadi pula kelak ada seseorang yang membenarkan kesukaannya gonta-gonti pacar atau pasangan dengan alasan bahwa itu adalah potensi atau bakat fitrah manusiawi. Mereka tidak paham bahwa itu sebenarnya berada dalam konteks filosofis, tepatnya konteks potensi belaka: potensi yang tidak wajib jadi aksi. Jadi, kita memang harus arif, juga hati-hati.

Karena manusia bebas menentukan hidup, bahkan menurut Jean Paul Sartre dan F. Nietszche kebebasan itu mutlak tanpa batas, maka akibat apa pun yang diterima tidak patut dilibatkan pada orang lain. Ketika ia begitu perkasa dan jantan menjalani kebebasan pilihan hidupnya, maka ia harus perkasa dan jantan pula untuk menanggung risiko terberat sekalipun. Ia tidak berhak berlindung pada orang lain untuk menjauh-kan darinya akibat yang harus ia terima. Juga, ia tidak berhak berlindung pada simbol-simbol agama, semisal haji, umrah, mendiri-kan masjid, atau masuk Islam, dan lain-lain, untuk membebaskan diri dari dampak yang mesti ia peroleh. Sebab, bukankah ia bebas menjalani pilihan hidupnya? Seperti kata Goenawan Mohamad, hidup itu selain merupakan pilihan-pilihan, juga risiko-risiko.

Adakalanya memang benar apa yang dikatakan oleh seorang guru saya, Ustadz Agus Efendi: memaksa orang ke surga lebih baik dari-pada membebaskannya ke neraka. Tapi dalam konteks eksitensial, itu hanya berlaku pada orang-orang tertentu yang belum mampu memfungsikan kesadarannya, semisal anak-anak atau orang-orang yang cara berpikirnya masih seperti anak-anak. Sedangkan orang selain mereka tidak lagi patut dipaksa, meski pemaksaan itu demi sebuah surga yang damai, sentosa, dan menyelamatkan. Kebebasan memilih dan menentukan apa yang ingin diperbuat, baik atas dasar nilai pragmatisme, hedonisme, utilitarinisme, moralisme, atau semacamnya, harus tetap dipelihara. Sebab demikianlah memang Tuhan menganugerahkan sebagian otoritas-Nya kepada manusia.

Jadi, lakukanlah apa yang ingin Anda lakukan. Jika Anda ingin rakus menumpuk-numpuk kekayaan, hingga gunung dan pulau pun dibeli, meski harus menyuap, menyengsarakan, membunuh, dan merampas mata pencaharian rakyat; jika Anda ingin menjaga reputasi sehingga memperbodoh rakyat dengan rekayasa-retoris-politis atau kesaksian palsu; jika Anda ingin memanfaat-kan kekuasaan untuk memperkaya diri dan keluarga; jika Anda ingin mengeruk kekayaan dalam waktu singkat dengan mengeksploitasi dan memanipulasi moralitas, harga diri, agama, seni, keindahan, dan yang lainnya --misalnya dengan menyebarkan film, lagu, produk, iklan porno dan berselera rendah, atau merampas keceriaan anak-anak ingusan dan ABG untuk menjadi mesin uang Anda dengan menjual mereka kepada para pemuja nafsu; jika Anda ingin bersenang-senang mencari kesenangan hidup tanpa peduli terhadap keselamatan orang lain dan lingkungan; dan lain-lain, maka lakukanlah semuanya. Karena hidup memang sebuah pilihan yang bebas. Kami yakin, Anda sudah mempertimbangkan segalanya masak-masak. Kami juga percaya, Anda semua sadar bahwa entah sore ini, esok atau lusa Anda akan mati; bahwa kelak Anda akan dimakan ulat, habis tanpa sisa. Tapi kami mohon, jangan persuasi atau rayu kami, apalagi sampai memaksa kami untuk mengikuti pilihan hidup Anda. Jangan jual keperawanan dan keluguan kami hanya untuk melunasi hutang-hutang keburukan Anda. Jangan ajak kami menanggung akibat-akibat kejahatan yang Anda perbuat. Biarkan kami menikmati kebebasan hidup ini. Seperti Anda, kami juga ingin bebas. Merdeka!

Sumber dokumen : rasniardhi.blogspot

0 komentar:

Posting Komentar

.
.
.

Browser Islam Center

Islami Jam ..

Blog Saya ^_^

# Blog ini saya buat untuk menambah wawasan semua orang yang masuk ke blog saya. Untuk itu saya berharap agar blog saya ini bisa bermanfaat bagi semua orang.
# Terima Kasih.

Follower ^_^

jejak - jejak kawan | islamicenter

Menu Link

Transtool

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Visitor..

Visitor

cursor

Penyejuk Hati

Kata Mutiara

Welcome ..... Selamat Datang !!! semoga dapat bermanfaat dengan menambah pengalaman dan pengetahuan anda . Berterimakasihlah kepada Allah S.W.T yang telah memberikan sesuatu yang lebih kepada kita .TeRIma kASih ... TKJ Muhammad Fatchur Rizqon